Kamis, 28 Oktober 2010

Jasa Penjajah dan Perlawanan Para Pejuang

Palestina kembali membara. Rencana pembangunan 1600 pemukiman Yahudi yang melanggar resolusi PBB, dan pembukaan sinagog di dekat masjid Al-Aqsho memicu demonstrasi besar-besaran di daerah Yerusalem. Belum lagi serangan Israel ke gaza yang mulai rutin dilaksanakan tiap hari memakan banyak korban jiwa.
Umat Islam sedunia sontak menunjukkan solidaritasnya. Termasuk di Indonesia. Demo besar terjadi di Jakarta pada 21 Maret 2010 kemarin oleh kader-kader PKS. Tidak cuma PKS, NU pun - seperti diberitakan - punya perhatian yang sama besar pada Palestina, meski tidak memilih jalan demonstrasi untuk menunjukkan perhatiannya.
Wajar ada solidaritas dari umat Islam di belahan bumi yang lain. Karena hakikat umat Islam ibarat tubuh yang satu. Apabila ada anggota tubuh yang terluka, maka anggota tubuh lain ikut merasakan sakitnya. Maka saat umat Islam di Palestina disakiti oleh Israel, sontak seluruh umat Islam di bumi mana pun bangkit untuk menyatakan protesnya. Apa pun bentuk protes itu.
Sayang, di tengah solidaritas kemanusiaan itu, ada saja cibiran dari para pendengki. Mereka melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang mengejek. "Apakah anda masih menggunakan komputer buatan orang Yahudi? Apakah anda masih menggunakan jejaring sosial buatan orang Israel? Apakah web partai anda masih menggunakan php, buatan orang Israel?"
Entah ejekan ini lahir karena dengki pada yang berdemo, atau memang karena mendukung penjajahan Israel la’natullah alaih.
Jasa Fir’aun dan Perjuangan Musa
Dulu Bani Israil adalah kaum terjajah. Mereka sempat merasakan penindasan Fir’aun dalam waktu yang cukup lama, sebelum Allah swt mengutus Musa a.s. untuk membebaskan mereka dari cengkeraman Fir’aun.
Tapi Fir’aun adalah seorang yang punya jasa yang besar pada Musa a.s.
Setelah Fir’aun menerima ramalan tentang seorang laki-laki yang akan lahir dan akan meruntuhkan singgasananya, Fir’aun segera memerintahkan aparatnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Titah Fir’aun ini terdengar oleh ibu Musa a.s. yang baru melahirkan Musa. Kemudian Allah memberi ilham pada Ibu Musa untuk menghanyutkan Musa di sungai Nil agar tidak ditemukan oleh tentara Fir’aun. Ibu Musa juga memerintahkan kakak perempuan Musa untuk mengawasi hanyutnya Musa dari jauh.
Allah menyempurnakan rencana-Nya. Istri Fir’aun yang sedang mandi di sungai Nil mendapatkan seorang bayi laki-laki yang menarik perhatian. Bayi itu - Musa a.s. - kemudian diasuhnya. Sempat terjadi cek-cok dengan Fir’aun, namun pada akhirnya Fir’aun mengalah. Ia membolehkan istrinya mengasuh Musa a.s.
Musa dibesarkan dalam lingkungan istana yang penuh kemewahan. Makanannya dan segala keperluannya tercukupi. Hingga saat ia memasuki masa muda, terjadi peristiwa yang membuatnya harus lari dari lingkungan istana. Ia membunuh seseorang dari bangsa Qibthy, bangsanya Fir’aun.
Dalam pelariannya, Musa mendapatkan kenabian. Dan pada akhirnya Allah swt memerintahkannya untuk kembali pada Fir’aun demi membebaskan kaumnya dari penjajahan. Allah berfirman dalam surat Asy-Syu’ara (26): 16-22.
"Maka datanglah kamu berdua kepada Fir’aun dan katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami." Fir’aun menjawab: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu (pembunuhan terhadap seorang Qibti) dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna. Berkata Musa: "Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.""
Fir’aun rupanya menagih jasanya pada Musa. "Dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna", tuduh Fir’aun. Tetapi Musa a.s. menjawab: "Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil."
Perkataan Fir’aun itu rupanya satu nada dengan perkataan para pencemooh pendukung perjuangan Palestina. Mirip sekali tuduhannya: "Tidak tahu balas budi."
Dan jawaban untuk tuduhan orang-orang yang menjadi penyambung lidah Fir’aun itu pun serupa dengan jawaban Musa a.s, bahwa semua kebaikan Israel saat ini yang dimanfaatkan oleh umat Islam disebabkan penjajahan mereka terhadap umat Islam di Palestina. Bahkan penjajahan mereka dibanding jasa mereka masih sangat jauh dari setara.
Jasa Belanda dan Perjuangan Bangsa Indonesia.
Entahlah, apakah para pencemooh itu juga sadar bahwa kemerdekaan Indonesia ini turut diperjuangkan oleh orang-orang yang menimba ilmu di Belanda? Beberapa nama seperti Mochammad Hatta, Sutan Syahrir, Amir Syarifudin dan beberapa nama lain sempat menikmati kebaikan penjajah. Tapi tidak pernah disebut mereka orang yang tidak tahu berterima kasih karena perjuangan mereka merebut kemerdekaan.
Presiden Indonesia yang pertama, Ir Soekarno, menempuh pendidikannya dari sekolah yang dibangun Belanda: Technische Hoogeschool. Apakah Soekarno orang yang tidak tahu diuntung karena mengusir penjajah Belanda dari tanah Indonesia?
Penjajah Belanda juga membangun jalur kereta api di Jawa dan Sumatera. Pasca kemerdekaan, Indonesia memanfaatkan peninggalan Belanda ini. Sampai saat ini rakyat Indonesia masih menikmati jalur yang penjajah bangun. Adakah bangsa ini bangsa yang tidak tahu terima kasih karena telah menikmati kebaikan penjajah dan di lain pihak tetap memperjuangkan kemerdekaannya?
Penjajah Belanda juga membangun jalan lintas Sumatera. Hingga saat ini bangsa Indonesia menikmati jalan itu. Dan banyak lagi infrastruktur yang dibangun oleh penjajah yang dinikmati oleh bangsa Indonesia. Tidak tahu diuntungkah bangsa ini?
Jasa Penjajah dan Perjuangan Pribumi di Belahan Bumi Yang Lain.
Kita sebut Mahatma Gandhi, seorang pejuang yang lahir dari Bumi India, tanah jajahan Inggris. Rupanya beliau pernah mengenyam pendidikan Hukum di Inggris hingga ia menjadi seorang pengacara. Tapi pada akhirnya ia kembali ke India. Di India, ia menjadi tokoh yang menentang penjajahan Inggris meski dengan cara yang damai. Entahlah, akankah orang-orang yang dengki dengan dukungan perjuangan Palestina melontarkan pertanyaan serupa pada Mahatma Gandhi: "Bukankah engkau mengenyam pendidikan di Inggris, Gandhi?"
Dan kalau kita perhatikan sejarah penjajahan di muka bumi ini, rupanya para penjajah itu pun membangun infrastruktur di negeri jajahannya yang turut dinikmati oleh pribumi. Mereka juga memberi pendidikan pada pribumi hingga menyekolahkannya di negeri asli penjajah. Para penjajah itu tak kosong dengan kebaikan. Tapi di pihak lain, kita pun melihat bahwa pribumi pun tak surut melancarkan perlawanannya. Kenapa? Karena keburukan penjajah lebih besar dari kebaikannya. Dan kebaikan penjajah yang dirasakan pribumi itu sama sekali bukan alasan untuk menyurutkan perlawanan.
Lalu entah kenapa dewasa ini para pendengki mencela para pejuang kemerdekaan dengan mengungkit-ungkit kebaikan penindas?
Para pendengki itu pun mengkritik seruan boikot produk Israel, termasuk seruan boikot produk ICT Israel yang didengungkan oleh Menkominfo kemarin-kemarin ini. Padahal boikot itu adalah sebuah ikhtiar perlawanan terhadap penindasan. Kalau pun para pemboikot itu masih memanfaatkan kebaikan penindas, seperti PHP dsb, para pejuang terdahulu pun banyak yang memanfaatkan jasa penindas. Rakyat India di bawah pimpinan Gandi, Ahimsa, Satya Graha, Hartal, dan Swadesi pun pernah berikhtiar serupa: memboikot produk Inggris dan tidak bekerja sama dengan Inggris. Padahal di sisi lain Inggris sudah banyak membangun untuk India.
Lontarkanlah argumen Musa a.s. atas pertanyaan Fir’aun masa kini, dan perjuangan tidaklah terhentikan. Karena syarat menjadi pejuang adalah tidak takut atas celaan orang yang mencela.

Tidak ada komentar: